Penghasil Uang

ILMU SEJATI SYEH SITI JENAR

Syeh Siti Jenar asing ( Persi/ Iraq ) adalah orang yang pertama kali mempelajari kejawen dan mengajarkan langsung bukan ditempat asal tetapi tempat dimana beliau menimba Ilmu, beliau orang pertama kali yang mengkolaborasi antara Islam dan Jawa, sedangkan asal usul beliau seperti yang dituturkan oleh Sesepuh kami secara turun temurun sbb :

SEJARAH SINGKAT ASAL USUL SYEH SITI JENAR
DALAM VERSI PENERUSNYA


Pada Jaman dahulu dikerajaan Jawa Barat ada seorang Kyai yang Sakti Mandraguna ( sangat Sakti ), beliau bernama Kyai Santang, dalam mengadu akan Ilmunya selalu beliau pilih tangding, karena adanya “Garis Demargasi” antara Jawa Barat dan Jawa Tengah tentang anggapan bersaudara maka beliau tidak akan mencari tanding ke Jawa Tengah.

Pada suatu hari sampailah di telinga beliau bahwa di Tanah Gujarat ada sorang yang Sakti Mandraguna dengan pusakanya yang terkenal yaitu Pedang Allah, dia bernama Sayidina Ali.
Singkat cerita berangkatlah Kyai Santang menuju tanah Gujarat untuk menemui Sayidina Ali guna mengadu Ilmu, sebelum mereka beradu ilmu, mereka sepakat melakukan perjanjian, isi perjanjiannya adalah, jika Kyai Santang kalah maka Kerajaan Galuh dinegara Pasundan Jawa Dwipa akan diberikan oleh Sayidina Ali, akan tetapi sebaliknya jika Sayidina Ali yang kalah maka semua Ilmu Sayidina Ali haruslah diberikan semua pada Kyai Santang, setelah mereka setuju maka bertempurlah kedua tokoh tersebut, konon cerita pertarungan tersebut tidak pernah berhenti hingga 40 hari 40 malam, namun pada suatu ketika Sayidina Ali mendapatkan akal untuk menyudahi pertempuran tersebut, dalam hati dia berkata “ Ah..seandainya aku berpura-pura kalah maka semua ilmuku dapat kuberikan pada orang ini yang sudah tentu dapat kupercaya akan kesaktiannya, sehingga Islam dapat disebarkan didaerah Pasundan, saya yakin Islam akan berkembang ditangannya”, maka setelah berfikir demikian itu, Sayidina Ali mulai menghentikan pertempuran tersebut dan berpura-puralah ia kalah.
Setelah berhenti dan beristirahat sejenak, maka mulailah Sayidina Ali mengajukan persyaratan, untuk menyerahkan akan ilmunya pada orang yang mengalahkannya tersebut, diantaranya orang tersebut harus membaca Dua Kalimat Syahadat terlebih dahulu, dan harus khatam akan Alquran, serta orang tersebut harus rela untuk mengajarkan kepandaiannya pada pihak lain, sebaliknya Kyai Santangpun sangat terkesan akan kepandaian Ilmu Sayidina Ali maka beliau menyanggupi persyaratan tersebut.

Singkat cerita, selesailah sudah pembelajaran Kyai Santang didalam menimba Ilmu, baik Ilmu Agama ( Jalan Allah ) maupun Ilmu Kadigdayan ( Ilmu Allah ) dengan Sayidina Ali, disaat Kyai Santang ingin kembali ke Pasundan maka Kyai Santang diberikan 2 putri keponakan Sayidina Ali untuk diperistrinya, dan diingatkan sekali lagi agar Kyai Santang berkenan dengan Tulus untuk menyebarkan akan Ilmu yang diperoleh darinya khususnya Ilmu Agama Islam, maka sekali lagi disanggupinya pesan tersebut.

Disaat keberangkatan Kyai Santang, Sayidina Ali masih kurang mempercayainya, untuk itulah beliau mengutus salah seorang keponakannya yang sekaligus murid kinasihnya yaitu Syeh Abdul Jabbar yang masih muda belia, tetapi memiliki Ilmu hampir setingkat dengan Sayidina Ali sendiri, dia ditugasi untuk mengawasi Kyai Santang, guna memata-matai apakah beliau benar-benar melakukan penyebaran Agama Islam, namun Allah berkehendak lain Syeh Abdul Jabbar bukan mendarat di Pasundan malah terdampar di Tuban, disinilah beliau melihat bahwa orang Jawa Dwipa sudah mengenal Allah dengan caranya sendiri ( Baca Kejawen ), maka setelah beliau mengetahui letak akan negeri Pasundan dan benar bahwa Kyai Santang telah melakukan pernyataan dari Sayidina Ali maka diutuslah utusan untuk menghadap Sayidina Ali, utusan tersebut untuk menerangkan bahwa Kyai Santang benar-benar melaksanakan akan janjinya.
Setelah tugasnya dianggapnya selesai, maka belajarlah Syeh Abdul Jabbar pada seorang Pandhita di Tuban guna memperdalam pengertian tentang “Gusti Allah orang Jawa Dwipa”.
Singkat cerita pula Syeh Abdul Jabbar dengan cepat menguasai Religius / Agama Jawa maka berkolaborasilah pengertian tentang Islam dan Jawa dalam diri Syeh Siti Jenar, setelah mendalami serta menguasainya, beliau berpikir, bahwa mengingat tidak adanya para pinisepuh Jawa yang melakukan Siar seperti yang dilakukan agama yang lain, maka mulailah Syeh Siti Jenar melakukan siar tersebut dimulai dengan memberikan didikan kepandainya kepada 3 orang murid pertamanya, dari Cirebon ( Syeh Abdul Jalil yang dari Lemah Abang, dimana pada kemudian hari Syeh Abdul Jalil lah yang diakukan selaku Syeh Lemah Abang atau Syeh Siti Jenar, mengapa ? karena Syeh Siti masih menganggap dirinya adalah mata-mata yang diutus Syaidina Ali ) dan di Boyolali ( Ki Kebo Kenanga ), di Pati ( Syeh Jangkung ), ketiga orang tersebutlah yang diaku oleh Syeh Abdul Jabar atau Syeh Siti Jenar selaku Murid Kautaman.
Namun Syeh Siti Jenar dalam siarnya tidak dapat mulus, karena isi dari ajaran Syeh Siti menjadi pertentangan dari para Wali, pertentangan tersebut lebih meruncing lagi karena persoalan “ Politik “ kerajaan Demak Bintoro, dimana Ki Kebo Kenanga dalam beberapa Pisowanan ( Pertemuan ) tidak pernah sowan ( datang ) menghadap Raja Kerajaan Demak Bintoro, hal tersebut membuat resah Raja, apalagi bahwa Ki Kebo Kenanga adalah masih keturunan Brawijaya, dari kerajaan Majapahit, hingga pada suatu hari diutuslah utusan Raja untuk memberitahu Ki Kebokenanga agar sowan ke Kerajaan, akan tetapi pada saat itu beliau Ki Kebokenanga sedang melakukan tapa brata sehingga tidak dapat sowan, maka kembali diutuslah utusan untuk memaksa Ki Kebokenanga, tetapi kekerasan ini dapat dikalahkan dengan Ki Kebokenanga, hingga timbullah ide dari Sunan Kudus untuk mendatangi Ki Kebokenanga, dan akhirnya terbunuhlah Ki Kebokenanga oleh Sunan Kudus, yang pada saat itu menyaru sebagai seorang satria atau utusan dari Kerajaan Demak Bintoro, terbunuhnya Ki Kebo Kenanga membuat gusar para pengikut Syeh Siti, tetapi Syeh Siti Jenar dapat meredamnya, yang mana akhirnya Syeh Jangkung yang membalasnya, tetapi sekedar menguji, tetapi sempat mempermainkan Sunan Kudus atau Kyai Jafar Sidiq yang telah membunuh saudara seperguruannya dengan Kerisnya, bahkan pernah pula mempermalukan istrinya, dari sinilah bibit “ketidak sukaan“ mulai terlihat antara Pengikut Syeh Siti Jenar dengan para Wali.

Pada suatu hari dimana saat itu para Sunan sedang sibuk mendirikan Masjid Demak, murid Tamanya ( Sunan Kalijaga ) dimohon datang oleh Syeh Siti agar datang menemuinya, ditanyalah Kanjeng Sunan Kali oleh Syeh Siti “ Jebeng..apakah para wali mau siar Islam ? “.
Kanjeng Sunan Kali “ Benar Kanjeng “.
Syeh Siti “ Kalau mau siar, kenapa suara azanmu hanya kudengar dibalik tembok Kerajaan saja ?
Kanjeng Sunan Kali “ Maksud Kanjeng ?
Syeh Siti “ Lihatlah disekelilingmu Jebeng…dimanakah murid-murid para wali itu ? “.
Dan lihatlah dimana para santriku “ lanjut Syeh Siti.
Pertanyaan itulah yang membuat gundah pikiran Kanjeng Sunan Kalijaga, walau dalam hati Kanjeng Sunan Kali pertanyaan Syeh Siti dibenarkan karena Syeh Siti memadukan unsur Budaya Jawa sehingga banyak orang Jawa khususnya dari “kawula Alit “nya ( Rakyat kecil ) dapat menerima sehingga murid Syeh Siti begitu banyaknya, suatu hari keresahan Kanjeng Sunan Kali terbaca dan dirasakan oleh Kanjeng Sunan Bonang, “ Sepertinya ada beban apa yang kau pikirkan Kulub.. ?”, kata Kanjeng Sunan Bonang,

Kanjeng Sunan Kalijaga lantas menceritakan pertanyaan Syeh Siti pada Kanjeng Sunan Bonang, namun pertanyaan itulah membuat sedigit gusar para wali dan mulai saat itu ada setitik debu perbedaan dan ketidak sukaan, dan kesimpulan selanjutnya para Wali memohon pada Kanjeng Kali untuk memberitahukan pada Syeh Siti kalau ajaran Syeh Siti sangat meresahkan akan keberadaan para Wali, karena Syeh Siti tidak suka akan perdebatan, maka alasan tersebut oleh Syeh Siti diterima, setelah itu Syeh Siti meminta pada para muridnya agar dalam mengajarkan akan ajarannya secara sembunyi-sembunyi, juga menyebar dan jangan bersama-sama, serta beliau berpesan agar para muridnya bersabar, dikatakan pula bahwa pada saatnya nanti ajarannya akan banyak diikuti banyak umat, namun pada saat itu pula beliau Syeh Siti berjanji tidak akan mengajarkan ajarannya kepada siapapun, dengan kepandaian beliau pula dan disaksikan banyak muridnya beliau berubah bentuk postur tubuhnya, parasnya, berikut namanya diganti, dan beliau sekaligus berpamitan pada semua para muridnya untuk “pergi” dan jangan ada yang mencarinya,serta dalam sekejap beliau hilang dari pandangan semua murid-muridnya termasuk salah satu murid Tamanya yaitu Sunan Kalijaga.

Share:

No comments:

Post a Comment

Silahkan Anda Berkomentar

Youtube

DISQUS SHORTNAME

Popular Posts

Recent Posts