Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Muhammad Rum mengungkapkan, tim penyidik sudah memeriksa 19 orang saksi perkara dugaan korupsi ini. Pekan lalu, tim penyidik memanggil lima pejabat Pertamina Patra Niaga untuk menjalani pemeriksaan di gedung bundar.
Mereka yakni Teuku Harmansyah SB Ali (Legal Corporatian Manager), BLNoor Mandiri (Legal Coordinator), Indra Wahyu Maniadi (General Manager Key Officer 2010-2014), Yoyok (General Manager Area Kalimantan Timur 2012-2014), dan Prasetyo Budi Wicaksono (Sales Manager Area Kalimantan Timur 2009-2014).
"Penyidik masih mendalami keterangan saksi-saksi tersebut," kata Rum di Kejaksaan Agung kemarin.
Rum mengatakan, para pejabat Pertamina Patra Niaga itu dicecar soal proses penyusunan kontrak kerja sama jasa transportasi serta dan handling pengiriman BBM untuk PT Total E & PIndonesia (TEPI).
"Penyidik juga mencecar pengaturan BBM untuk PT TEPI dan supply point ke delivery point pada Juli 2010 hingga Desember 2014," sebutnya.
Tak hanya itu, tim penyidik juga mengorek pelaksanan transportasi dan handling BBM yang dilakukan PT Hanalien dan PT Ratu Energy Indonesia (PT REI), hingga pembayarannya kepada PT REI.
Kasus ini berawal ketika Pertamina Patra Niaga meneken kontrak kerja sama jasa transportasi dan handling pengiriman BBM untuk wilayah Kalimantan BBM dengan PT TEPI.
Pertamina Patra Niaga kemudian menggandeng PT Hanalien dan PT REI untuk menyediakan jasa pengirimanBBM guna keperluan di wilayah eksplorasi PT TEPI.
Untuk membayar jasa rekanan PT REI, Pertamina Patra Niaga mengajukan anggaran Rp 72,15 miliar ke Pertamina. Dana tersebut akhirnya cair. Namun dana Rp 72,15 miliar itu tidak dibayarkan kepada PT REI. "PT Patra Niaga diduga melakukan pembayaran fiktif kepada PT REI untuk jasa transportasi dan handling BBM," jelas Rum.
Akibatnya, negara diduga dirugikan miliaran rupiah. Rum mengatakan penyidik gedungbundar telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara dalam perkara ini.
PT Pertamina Patra Niaga adalah anak perusahan dari PT Pertamina. Menurut situs www.pertaminapatraniaga.com, perusahaan ini berkantor pusat di Gedung Wisma Tugu II Lantai 2 Jalan HR Rasuna Said Kavling C 7-9 Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan.
Perusahaan ini awalnya bernama PT Elnusa Harapan ketika didaftarkan di notaris pada 1997. Kemudian pada 2004 diubah menjadi PT Patra Niaga.
Patra Niaga bergerak di bidang usaha sektor hilir industri minyak dan gas (migas). Perusahaan ini menawarkan jasa perdagangan BBM, penanganan BBM, manajemen armada transportasi pengiriman BBM, manajemen depot BBM, silinder LPG hingga pemeliharaan operasi.
Pada 2011, PT Pertamina (Persero) mulai menyelaraskan semua logo anak perusahaannya. Logo dan nama PT Patra Niaga diubah menjadi Pertamina Patra Niaga.
Tahun ini, Pertamina Patra Niaga menargerkan perolehan laba bersih sebesar 175 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 2 triliun. Tahun lalu, perusahaan ini hanya meraup laba bersih sebesar 67 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 925 miliar.
Kilas Balik
Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kasus Pertamina FoundationKepolisian juga mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh BUMN migas, Pertamina. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menyidik dugaan korupsi penyaluran dana CSR untuk program penanaman 100 juta pohon. Program itu dikerjakan Pertamina Foundation.
Dalam perkara ini, penyidik sudah menetapkan bekas Direktur Pertamina Foundation, Nina Nurlina sebagai tersangka. Februari lalu, penyidik kembali menetapkan tersangka.
"Sementara masih dua tersangka, itu (Nina Nurlina, bekas Direktur Pertamina Foundation), dan Akbar," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Bambang Waskito di Markas Besar Polri, Jakarta, 19 Februari 2016.
Bambang tidak merinci siapa Akbar yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka itu. Bambang hanya mengatakan, Akbar sudah lama dijerat penyidik dalam kasus tersebut.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Komisaris Besar Golkar Pangarso menuturkan tersangka yang dimaksud berinisial WA. "Dia stafnya tersangka NN (Nina)."
Menurut Golkar, WA sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2015 lalu. Hanya saja Polri tidak mengumumkannya. "Kami tidak pernah mengumumkan tersangka. Tahu-tahu dipanggil saja sebagai tersangka saja. Itu pun tidak pernah kami umumkan, kami berbeda," kata Golkar.
Dalam kasus ini, Nina sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Perempuan yang juga dikenal sebagai salah satu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini diduga sebagai inisiator program bermasalah tersebut.
Dalam pelaksanaannya, ditemukan pemalsuan tanda tangan petani, tanda tangan kepala desa, lurah dan stempel kelurahan. Selain itu, pohon yang dilaporkan telah ditanam ternyata tidak seluruhnya ditemukan alias fiktif.
Nina beberapa kali kali dipanggil ke Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan. Penyidik juga meminta keterangan bekas Direktur PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, sebagai saksi.
"Dia diperiksa karena dana CSR itu kan dari Pertamina, kami ingin tahu bagaimana," kata Golkar.Keterangan yang diberikan Karen kemudian dikonfrontasi dengan pengakuan Nina Nurlina.
Bambang mengatakan, Nina juga bisa dijerat melakukan tindak pidana pencucian uang. "Unsur pencucian uang itu dapat kami kejar jika pidana pokoknya, yakni korupsi, sudah tuntas. Nah, saat ini kami fokus ke melengkapi berkas perkara soal unsur korupsinya terlebih dahulu," katanya.
Pertamina mengelontorkan dana ratusan miliar ke Pertamina Foundation untuk program penanaman 100 juta pohon di seluruh Indonesia. Pelaksanaan program ini melibatkan relawan.
Penyidik menemukan bukti dugaan korupsi dalam pelaksaaan program. Sebagian dana program yang ditilep. Modusnya dengan memalsukan tanda tangan relawan agar dana bisa dicairkan. Kemudian dalam laporan program kemudian ditulis penanaman pohon sudah dilaksanakan.
Diperkirakan, kerugian negaraperkara ini mencapai Rp 226,3 miliar. Namun jumlah pastinya masih Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)